Saturday, July 5, 2014

Amalan Sunnah Khusus Ramadan

Menghidupkan Bulan Ramadhan dengan Sunnah Puasa



“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.” (HR. Ahmad. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani karena memiliki banyak syawahid. Lihat Shohihul Jami’)

Berikut adalah sunnah-sunnah puasa yang dapat kita hidupkan di bulan Ramadhan berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga bermanfaat.



Melambatkan Sahur 

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan dan menganjurkan kepada orang yang hendak berpuasa agar makan sahur. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ
“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.” (HR. Ahmad. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani karena memiliki banyak syawahid. Lihat Shohihul Jami’)
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan demikian karena di dalam sahur terdapat keberkahan. Dari pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam –Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu- berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Keberkahan yang dimaksudkan di sini di antaranya adalah dengan makan sahur seseorang akan menjadi kuat berpuasa mulai dari terbit fajar hingga matahari tenggelam. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin, 3/451, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Barokah lain juga adalah sebagai pembeda antara puasa Yahudi-Nashrani (Ahlul Kitab) dengan umat ini. Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan sahur.” (HR. Muslim). Orang ahli kitab ketika berpuasa, mereka makan sahur sebelum pertengahan malam dan mereka tidak makan sahur sama sekali. Kaum muslimin diberi keutamaan dalam berpuasa yaitu diberi kemudahan untuk makan sahur. 


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk meninggalkan sahur, di mana beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ
“Sahur adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’) 

Dan sangat dianjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat dilihat dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas berkata,”Berapa lama jarak antara adzan dan sahur kalian?” Kemudian Zaid berkata,”Sekitar 50 ayat”. (HR. Bukhari dan Muslim)










Menyegerakan berbuka 


Menyegerakan berbuka akan mendatangkan kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari dan Muslim) 



Menyegerakan berbuka juga berarti seseorang konsisten dalam menjalankan sunnah Nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku akan senantiasa berada di atas sunnahku selama tidak menunggu munculnya bintang untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Targib wa Tarhib). Dan inilah yang ditiru oleh Syi’ah Rafidhah, mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa yaitu baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 63) 

Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ مَاءٍ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan meminum air putih.” (HR. Abu Daud, dikatakan hasan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud). Hadits ini menunjukkan bahwa ketika berbuka dianjurkan berbuka dengan kurma (rothb atau tamr) sebagaimana yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.



Berdo’a ketika berbuka 

Perlu diketahui bersama bahwa do’a ketika berbuka adalah salah satu do’a yang mustajab dan tidak akan ditolak. Maka berdo’alah dengan penuh keyakinan bahwa do’amu akan dikabulkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ
“Ada tiga orang yang do’anya tidak ditolak : [1] Pemimpin yang adil, [2] Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, [3] Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
Do’a ketika berbuka adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma bahwa dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka beliau membaca :

ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabadh dhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)


Memberi makan orang berbuka 




Para pembaca sekalian, beri makanlah kepada orang yang berpuasa karena ini akan mendatangkan pahala dan kebaikan yang melimpah ruah. Lihatlah apa yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,

مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Tirmidzi dan dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)


Memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan
Di antara petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak berbagai macam ibadah di bulan Ramadhan. Jibril ‘alaihis sallam biasa membacakan Al Qur’an kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan. Dan apabila Jibril menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlihat bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling suka memberi bagaikan hembusan angin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik manusia yang paling banyak bersedekah, berbuat ihsan (kebaikan), membaca Al Qur’an, shalat, dzikir dan i’tikaf. (Zadul Ma’ad, II/29, Ibnul Qayyim, , Mawqi’ul Islam-Maktabah Syamilah)






























Sumber rujukan

Friday, July 4, 2014

Ramadhan yang Istimewa

Alhamdulillah, insya Allah tahun ini kita bakal bersua lagi dengan Ramadhan. Bulan Ramadhan adalah bulan yang memiliki keutamaan dan keistimewaannya.

Di dalam bulan inilah al-Qur’an diturunkan. Di dalam bulan inilah pintu-pintu Syurga dibuka manakala pintu-pintu Neraka ditutup. Di dalam bulan ini ada malam al-Qadr, iaitu malam yang mulia yang memiliki kebaikan melebihi seribu bulan. Di dalam bulan inilah umat Islam diperintahkan agar berpuasa yang dengannya terkandung pelbagai kebaikan.




Bulan al-Quran diturunkan


Allah subhanahu wa Ta’ala berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ

Bulan Ramadhan yang padanya diturunkan al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan sebagai pembeza (antara yang haq dengan yang bathil). Maka, sesiapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa di bulan tersebut.” (Surah al-Baqarah, 2: 185)

Berdasarkan pengangan jumhur ulama, al-Qur’an diturunkan secara sekaligus ke langit dunia di Baitul ‘Izzah untuk menunjukkan kepada para malaikat-Nya akan agungnya al-Qur’an ini. Diturunkan pada bulan yang mulia dan malam yang mulia, iaitu malam al-Qadr pada tanggal 24 Ramadhan.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

أُنْزِلَتْ صُحُفُ إِبْرَاهِيمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَتِ التَّوْرَاةُ لِسِتٍّ مَضَيْنَ مِنْ رَمَضَانَ، وَالْإِنْجِيلُ لِثَلَاثَ عَشْرَةَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ، وَأُنْزِلَ الْقُرْقَانُ لِأَرْبَعٍ وَعِشْرِينَ خَلَتْ مِنْ رَمَضَانَ

Shuhuf (lembaran-lembaran) Ibrahim diturunkan pada malam pertama bulan Ramadhan, Taurat diturunkan pada tarikh 6 Ramadhan, Injil diturunkan pada tarikh 13 Ramadhan, dan al-Qur’an diturunkan (nuzul al-Qur’an) pada tarikh 24 Ramadhan.” (Hadis Riwayat Ahmad, no. 16984. Ath-Thabrani, no. 3740)

Secara rasminya, al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk pertama kalinya pada malam itu juga. Kemudian secara beransur-ansur selama 23 tahun bersesuaian dengan peristiwa-peristiwa yang mengiringinya bermula dari beliau diutus sehinggalah wafatnya. Selama tiga belas tahun beliau tinggal di Makkah, dan selama itu jugalah wahyu turun kepadanya.

Selepas hijrah, beliau tinggal di Madinah selama sepuluh tahun dan selama itu jugalah wahyu terus turun kepada beliau secara beransur-ansur. Beliau wafat dalam usia 63 tahun. Maka, dengan rasminya sempurnalah penurunan al-Qur’an dan bermula dari saat itu terputuslah wahyu dari langit dengan wafatnya beliau.



Dibukanya Pintu-pintu Syurga

Ramadhan adalah bulan di mana pintu-pintu Syurga dibuka, pintu-pintu Neraka ditutup, dan syaitan-syaitan dibelenggu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

إِذَا دَخَلَ رَمَضَانُ فُتِّحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ جَهَنَّمَ وَسُلْسِلَتْ الشَّيَاطِينُ

Apabila masuk sahaja Ramadhan, maka pintu-pintu Jannah (Syurga) pun dibuka, pintu-pintu jahannam ditutup, dan syaitan-syaitan pula dibelenggu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, bab: Sifat-sifat Iblis dan Para Tenteranya, no. 3277)

Pada bulan Ramadhan para syaitan tidak sebebas bulan lainnya kerana ia dibelenggu, maka kuasa gangguannya merosot pada bulan tersebut sebagaimana pandangan sebahagian ulama.

Manakala sebahagian ulama lainnya mengatakan bahawa hadis tersebut bukan bererti menunjukkan setiap syaitan dibelenggu, tetapi disebutkan sebagaimana dalam hadis yang lain bahawa yang dibelenggu adalah sebahagian besar syaitan atau merujuk para syaitan yang besar dan ganas.



Malam al-Qadr (Lailatu Qadar)

Malam al-Qadr (atau lailatul qadr) adalah malam yang Allah muliakan dengan banyaknya keutamaan dan kebaikan. Ia adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan.  Ibadah yang dikerjakan pada malam tersebut setanding dengan amalan kebaikan selama seribu bulan, iaitu 83 tahun 4 bulan. Sedangkan umur umat Muhammad puratanya hanyalah sekitar 60 hingga 70 tahun sebagaimana disebutkan dalam hadis.

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

Umur umatku adalah di antara 60 hingga 70 tahun. Yang melebihi usia tersebut adalah amat sedikit sekali.” (Hadis Riwayat at-Tirmidzi, no. 3550)

Tetapi Allah telah memuliakan mereka dengan adanya malam al-Qadr tersebut di setiap tahun pada bulan Ramadhan untuk beramal dengan ganjaran pahala selama amalan seribu bulan.

Kata al-Hafiz Ibnu Katsir rahimahullah (Wafat: 774H), “Malaikat banyak yang turun pada malam tersebut kerana banyaknya kebaikan. Para malaikat turun bersamaan dengan turunnya keberkahan dan rahmat.” (Tafsir Ibnu Katsir, 5/444)

Kata Syaikh Muhammad B. Soleh al-‘Utsaimin rahimahullah, “Para Malaikat turun pada malam al-Qadr dengan membawa kebaikan, rahmat, dan barakah. Malam tersebut disebut malam kesejahteraan kerana banyaknya hamba Allah yang selamat dari siksaan disebabkan ketaatannya kepada Allah.” (Majlis Syahri Ramadhan, m/s. 252-253)



Bulan Keampunan


Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

الصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ، وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ، وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ، مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

Solat 5 waktu, Juma’at ke Juma’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah pelebur dosa antara keduanya apabila dosa-dosa besar dijauhi.” (Hadis Riwayat Muslim, no. 233)

Beliau juga bersabda:

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ، وَمَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

Sesiapa yang menghidupkan malam al-Qadr dengan keimanan dan mengharap pahala Allah, maka diampunkan dosanya yang telah lalu. Dan sesiapa yang berpuasa di bulan Ramadhan kerana keimanan dan mengharap pahala Allah, maka akan diampunkan dosanya yang telah lalu.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, no. 1901)

Demikianlah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan betapa Ramadhan penuh dengan peluang keampunan dosa-dosa. Antaranya dengan berpuasa dan menghidupkan malam al-Qadr dengan keimanan dan mengharap pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka ya Allah, ampunilah kami dari dosa-dosa kami.



Umrah di Bulan Ramadhan

Selain ibadah-ibadah yang dimaklumi seperti berpuasa wajib, qiyam Ramadhan, dan bersedekah, melaksanakan ibadah ‘umrah pada bulan Ramadhan juga turut dijelaskan sebagai memiliki fadhilat dan ganjaran yang khusus. Ini sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:

فَإِنَّ عُمْرَةً فِي رَمَضَانَ تَقْضِي حَجَّةً أَوْ حَجَّةً مَعِي

Sesungguhnya (pahala) melaksanakan ‘umrah pada bulan Ramadhan itu menyamai (pahala) melaksanakan haji bersama-ku.” (Hadis Riwayat al-Bukhari, 1863)

Cukuplah beberapa contoh keutamaan yang menunjukkan agungnya bulan Ramadhan ini. Di samping memang masih banyak lagi contoh-contoh keutamaan yang lainnya. Semoga kita manfaatkan Ramadhan ini semaksima mungkin bertepatan dengan sifat keistimewaannya sebagai bulan yang penuh kebaikan, penuh rahmat, penuh ganjaran, bulan keampunan, dan bulan ibadah.


Sumber rujukan
an-nawawi.blogspot.com